JIKA cemburu adalah tanda cinta, tak bolehkah aku cemburu pada suamiku? Bersalahkah jika aku curiga suamiku selingkuh? Berdosakah jika aku ingin menjebak belang lelaki yang pernah bersumpah setia di depan penghulu.
Semuanya berawal dari curiga, gelagat menyiratkan jika suamiku memiliki Perempuan Lain. Padahal aku merasa perkawinan kami bahagia. Padahal aku merasa perkawinan kami tidak bermasalah. Padahal usia perkawinan kami telah menginjak tahun ke sepuluh. Padahal kami telah dikarunia sepasang buah hati yang manis. Pantas kalau aku khawatir suamiku meninggalkanku karena tergoda pesona lain. Instingku mengatakan ada dia yang istimewa di hati suamiku. Siapa dia?
Aku diliputi galau. Aku mencoba mencari tahu. Aku bertanya pada teman-temannya. Kuperiksa kantung baju dan celana suamiku. Kuperiksa kamar kerjanya. Kuperiksa almarinya, dan barang-barang lainnya. Diam-diam keperiksa dompet dan HP-nya pula!
Suatu hari aku menemukan foto seorang gadis cantik di saku celananya. Memendam curiga, aku menanyakannya. “Dia bukan siapa-siapa. Kau tahu kan aku sebagai Personalia adalah orang pertama yang berhubungan dengan pelamar kerja.” Abang Herdyansah menjawab kalem.
“Jadi…Abang tak mengenal gadis itu?”
“Kenal sih. Namanya…Afrikah. Dia karyawan di bagian Produksi.”
“Sudah lama kah dia bekerja, Bang?”
“Belum ada dua bulan sih. Dia karyawan baru.”
“Lalu…mengapa potretnya ada di saku Abang?”
“Ya...aku salah taruh, Ir. Seharusnya fotonya kusimpan di map, eh malah kesimpan di saku celana. Untung kamu menemukannya. Eh mana fotonya, biar aku simpan.”
Aku mempercayai alasannya masuk akal. Tapi seminggu kemudian aku tak bisa lagi memendan curigaku, ketika aku menemukan cap bibir di baju suamiku.
“Abang jangan mencoba menutupi. Siapa wanita itu, Bang?”
“Tidak ada siapa-siapa, Ir. Hari ini Pabrik ulang tahun. Kami merayakannya. Pabrik
mengundang organ tunggal dangdut. Kami joged rame-rame nyanyiin Oplosan. Mungkin tadi ketika Abang ikutan joged bareng biduan, lipstiknya nyenggol.
“Abang joged bareng penyanyinya? Kegatelan!” Aku tak bisa menyembunyikan
kecemburuanku.
“Hanya berjoged, Irma. Lagian yang joged bukan Abang saja. Bahkan beberapa teman ada yang sawer.”
Dasar lelaki, semuanya genit dan mata keranjang! Aku ngedumel dalam hati. Aku menekan rasa cemburu di dada.
“Percayalah. Abang tak macam-macam di luaran. Kalau gara-gara baju ini kamu
marah, seharusnya tadi di kantor Abang ganti baju, agar kamu gak nuduh macam-macam.”
Aku menghela nafas, memandang wajah tampan suamiku. “Irma hanya tidak ingin kehilangan, Abang”
“Abang pun gak ingin kehilangan kamu, Ir.”
“Irma sayang abang.”
“Abang juga sayang kau dan anak-anak.”
Menikmati rengkuhan hangat dan cumbu mesra suamiku, seharusnya aku menenggelamkan jauh-jauh rasa cemburu dan curiga. Untuk sesaat perasaan itu memang
sirna. Tapi bukan untuk selamanya. Apalagi ketika pancingan-pancingan itu kembali mengumpani diriku. Aku galau. Aku kembali dilanda kegelisahan dan disinggahi cemburu. Kali ini insting jika suamiku memiliki Perempuan Lain, lebih menguat.
Aku mencoba menyingkirkan perasaan itu, namun pada kenyataannya semakin kutekan ia semakin menghebat. Aku harus bisa membuktikan jika kecurigaan dan kecemburuanku bukan semata mimpi di siang bolong! Naluri seorang perempuan, seorang istri tak mudah diabaikan!
***
Aku menemukan SMS yang dikirim seseorang kepada suamiku. SMS mesra. Ada
kata sayang, bagai orang berpacaran. Suamiku pun membalasnya dengan memanggilnya
honey! Puah!
Aku tak sanggup lagi menahan cemburu. Untuk memarahi suamiku rasanya percuma. Walau ada bukti belum tentu dia mau mengakui. Aku harus menjebak suamiku.
Aku harus bisa membuktikan bahwa suamiku memang selingkuh. Aku mengirim SMS ke nomer yang pernah dikirimi suamiku.
Mbak salah kalau nuduh aku selingkuh sama suami Mbak…
Saya memamg pernah jalan dengannya, tapi cuma sekali.
Apa maksud kamu….
Suami Mbak buaya. Berikan nomer telepon Mbak…nanti saya kabari kalau suami
Mbak jalan dengan gadis lain
Haruskah kau mempercayainya?
“Mbak boleh gak percaya pada Mbak. Tapi saya ingin membantu Mbak.
Terus terang saya gak suka melihat suami Mbak menggunakan jabatannya untuk
mengencani kami. Kami diterima kerja asal mau diajak jalan dan chek in…”
Tak ragu lagi kau memberikan nomer teleponku.
***
Suamiku sore ini berdandan sangat rapi. Harumnya parfum menebar memenuhi
ruang tamu. Aku memendam bara curiga dengan mengayunkan tanya.
“Mau ke mana sih, Bang?”
“Kan sudah kubilang ada bisnis. Kalau bisnisnya gol. Abang belikan kamu kalung emas.”
“Iya. Tapi pulangnya jangan malam-malam ya, Bang.”
Bakda sembahyang Magrib berjamah, aku melepas suamiku di teras. Sosok dan mobilnya tak lama hilang ditelan jalan. Tujuh menit kemudian aku pergi, untuk menjebak suamiku. Pagi tadi gadis itu memberi kabar kalau suamiku malam ini ada kencan di sebuah hotel pada pinggiran kota Bukit ini.
Aku mengajak Kumala, teman karibku. Kami berangkat ke hotel yang di sebut Sang Informan. Dan di kamar nomer 111 itu aku menemukan suamiku sedang goyang ranjang bersama seorang wanita cantik.
Aku mengamuk seperti banteng terluka dan masuk jurang. Kesetanan.. Orang-orang menenangkanku. Aku pulang membawa sekeranjang kenyataan sangat pahit. Ternyata suamiku suka main gila di luaran. Entah berapa wanita dikencaninya. Entah di tempat mana saja dia menuntaskan nafsu bejatnya! Biadaaaab!
***
Tubuh terluka ada obatnya. Hati terluka, entah apa obatnya, dan kapan luka
itu akan terobati. Tapi seiring hari, demi masa depan anak-anak, akhirnya aku bisa memaafkan suamiku. Toh semua orang pernah berbuat khilaf, pikirku. Herdyansah berjanji takkan mengulangi lagi. Ia membuktikannya, dengan sering berada di rumah, lebih memperhatikan kami, menyayangi kami.
Aku pun masih menyayangi suamiku. Aku masih mencintainya.
Malam hangat ini aku menarik nafas lega. Mengelap tubuh yang basah keringat. Bang Herdyan telah membawaku terbang ke puncak kenikmatan bersebadan! Orgasme!
Inilah hubungan pertama kami setelah gencatan senjata. Aku merasakan gairah suamiku begitu liar ketika mencumbuku. Aku begitu puas! Kupandangi Bang Herdyansah yang sedetik tertidur usai melaksanakan kewajibannya. Aku bangkit ke kamar mandi. Sepuluh menit kemudian…aku merasa tubuhku segar…aku berniat tidur ketika terdengar suamiku menggigau.
“Nisa sayang…lebih ke bawah, asyik. Nisa sayang…”
Biadab! Suamiku menyebut nama seseorang, tapi itu jelas bukan namaku!
Teganya kau Abang…apakah tadi ketika kau bercinta kau pun membayang
bercumbu dengannya?
Ini tak bisa ditolerir! Aku benar-benar dibakar kemarahan. Aku dorong suamiku
hingga jatuh ke lantai.Suamiku terjengat bangun, kaget!
“Ada apa, Ir?”
“Katakan saja…siapa Nisa? Dia pasti demenanmu! Lontemu!
“Irma….”
“Gak usah bohong lagi. Gak usah janji lagi. Teganya Abang padaku. Kemarin Abang janji tak kan selingkuh lagi. Tapi nyatanya…”
“Ada apa sih Ir?”
“Abang barusan ngigau nama Nisa. Nisa sayang. Nisa sayang…”’
“Tak ada Nisa. Tak ada…”
“Aku tak percaya. Tak percaya!”
“Abang sayang kamu...”
“Dusta, bohong. Penipu! Lelaki bejat! Aku tak sudi lagi kau bohongi!”
Aku ke luar dari kamar. Aku harus berbuat sesuatu agar suamiku mengakui kebejatannya dan sungguh-sungguh tak mengulanginya lagi!
Aku menuju dapur, dan mengambil sekaleng minyak tanah.
“Katakan siapa Nisa, Bang?! Dia pasti selingkuhan Abang! Kalau Abang tak mengakui Irma akan bunuh diri. Irma kan bakar diri. Biar Abang kapok gak main perempuan lagi!”
Aku mulai menguyur tubuhku dengan minyak tanah. Bang Herdyansah merebut jiregen. Aku meronta. Aku merasakan tubuhku tiba-tiba terbakar api. Aku berteriak minta tolong. Aku tak ingat apa-apa lagi!
***
Aku wanita yang terbakar cemburu? Apa yang kudapat dari pengorbananku?
Hari ini aku masih melihat suamiku membawa gadis-gadis dan lonte ke hotel. Esoknya suamiku malah membawa seorang gadis ke rumah. Mantan salome itu dinikahinya dan menjadi ibu tiri untuk anak-anakku. Apakah dia bernama Nisa?
Malam ini aku melihat suamiku dan istri barunya bergumul di ranjang pengantin
kami dulu. Aku tak bisa menghalanginya. Aku hanya bisa menangis sedih menebar
kepiluan untuk diri yang rapuh iman ini. .
Ingin aku menghibur anak-anakku. Tapi dunia kami sudah berbeda. Tapi di sini pun aku terlilit kesedihan, dan penyesalan karena perbuatanku di masa lalu? Seandainya aku tak mudah terbakar cemburu. Seandainya aku tak mengancam membakar diri di depan suamiku sendiri.
Benarkah aku yang membakar diriku sendiri? Aku memang yang mengguyur
sekujur tubuhku dengan minyak tanah itu. Suamikulah yang menyalakan sebatang
korek api ke tubuhku! ***
KUNJUNGI JUGA INFO MENARIK LAINYA : http://gm-cacad.blogspot.co.id